Langsung ke konten utama

Sistem Layanan Perpustakaan



Sistem Layanan Perpustakaan

Secara umum sistem layanan perpustakaan ada dua macam, yaitu system layanan terbuka (open acces) dan sistem layanan tertutup (closed acces). Kedua sistem layanan ini memiliki keuntungan dan kelemahannya masing-masing, yang akan kita bahas pada uraian berikut:


Sistem Layanan Terbuka (Open Acces)

Sistem layanan terbuka adalah sistem yang memberikan kebebasan kepada pengunjung untuk memasuki ruangan koleksi perpustakaan, melihat-lihat, membuka-buka, dan mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkannya. Sistem layanan terbuka merupakan cara yang dapat membantu pengguna perpustakaan untuk mecari informasi yang dibutuhkan secara langsung ke rak. Pada perpustakaan perguruan tinggi yang melayanai civitas akademika dan koleksi yang banyak biasanaya menggunakan sistem layanan terbuka.

Keuntungan menggunakan sistem layanan terbuka, antara lain:

  • Pengunjung dapat melakukan browsing (melihat-lihat koleksi sehinggan mendapatkan pengetahuan yang beragam). 
  • Memberi kepuasan kepada pengunjung karena mereka bisa memilih sendiri koleksi yang dibutuhkan.
  • Tidak membutuhkan banyak tenaga. 
  • Koleksi yang digunakan lebih banyak. 
  • Kecil kemungkinan terjadi kesalah pahaman antara pemustaka dan pustakawan.
 Kerugian atau kelemahan dari sistem layanan terbuka, antara lain: 

  • Frekwensi kerusakan dan kehilangan koleksi lebih besar. Dalam hal ini pustakawan harus sering memantau setiap rak dan memberi edukasi kepada pemustaka agar tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak koleksi tersebut. penggunaan security gate juga diperlukan karena bisa mendeteksi adanya buku yang tidak melewati peminjaman buku yang sah, agar menimalkan kehilangan koleksi tersebut. 
  • Susunan buku menjadi tidak teratur oleh karena itu pustakawan harus sering menyusun buku. Untuk meminimalisir ketidak teraturan susunan buku ini, maka pustakawan harus memberi peringatan bahwa pemustaka tidak boleh menyimpan sendiri koleksi yang sudah digunakannya ke dalam rak yang bukan tempatnya.
  • Pengguna yang pertama kali datang keperpustakaan itu sering bingung dalam mencari koleksi di rak. Dalam hal ini pustakawan harus tanggap dan peka terhadap pemustaka, baik terhadap pemustaka yang bertanya maupun pemustaka yang kelihatan bingung tapi tidak berani atau malu-malu bertanya kepada pustakawan.
 Sistem Layanan Tertutup (Closed Acces) 

Sistem layanan tertutup adalah sistem layanan yang tidak memungkinkan pemakai memilih dan mengambil sendiri bahan pustaka. Pada sistem layanan ini setiap penggunjung harus mengetahui dahulu dengan jelas pengarang atau judul buku subjek yang diinginkan kemudian meminta petugas perpustakaan mencarikannya keruang koleksi. Dalam sistem ini, pengguna harus menggunakan katalog yang disediakan untuk memilih pustaka yang diperlukannya. 

Keuntungan menggunakan sistem layanan tertutup, antara lain:

  • Susunan koleksi akan tetap rapi karena hanya petugas perpustakaan yang dapat masuk kejajaran koleksi.
  • Terjadinya kehilangan dan kerusakan bahan perpustakaan dapat diperkecil.
  • Ruangan perpustakaan yang disediakan tidak perlu luas.
  • Untuk koleksi yang sangat rentan terhadap kerusakan maka sistem ini sangat sesuai. 
  

 Kerugian atau kelemahan menggunakan sistem layanan tertutup:
  • Tidak semua pengguna paham menggunakan katalog.oleh karena itu pustakawan atau petugas harus tanggap terhadap pengguna, dan memberitahu cara menggunakan katalog.
  • Tidak semua koleksi perpustakaan dapat didayagunakan. untuk itu pustakawan bisa menginformasikan tentang suatu buku yang mungkin bisa dipergunakan oleh pengguna. 
  • Pengguna tidak dapat melakukan browsing dijajaran rak.Oleh karena itu penggunaan katalog sangat diandalkan dalam sistem ini, dan pustakawan harus secara teratur melakukan stock opname, sehingga katalog benar- benar mencerminkan keadaan koleksi yang sebenarnya.
  • Membutuhkan banyak waktu dan tenaga untuk memberikan pelayanan. Jika peminjam banyak, dan tugas perpustakaan relativ terbatas hal ini membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak, sehingga pemakai harus menunggu lebih lama dan kadang karena efek kelelahan pustakawan cenderung kurang teliti dalam mencari koleksi yang ada dan menyebabkan kesalah pahaman. Untuk menghindari kejadian tersebut perlu dilakukan pergiliran petugas (shift). Dengan demikian petugas bisa secara bergantian beristirahat.


Referensi:


http://febriyani23.blogspot.com/2013/11/sistem-pelayanan-di-perpustakaan.html?m=1

https://www.wawasanpendidikan.com/2016/03/layanan-dan-sistem-layanan-perpustakaan.html?m=1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perangkat Lunak Repository

Perangkat Lunak Repository Repository perguruan tinggi kini menjadi platform penting untuk berbagi organisasi menghasilkan pengetahuan. Repositori perguruan tinggi adalah koleksi digital dari sebuah penelitian kelembagaan dan intelektual Output yang umumnya mengandung dalam bentuk artikel, tesis, disertasi, bab buku dan bentuk audio visual, dll. Untuk membangun Repository perguruan tinggi, berikut hal-hal yang harus diambil ke dalam pertimbangan: Hardware: Server PC, Jaringan internet, dll  Software: OS, software repository yang berbasis open source seperti Dspace, Eprints,  SLiMS, dll Staf terlatih: Skilled Profesional yang dapat menangani instalasi repository perguruan tinggi, mengelola dan pengembangan.  Isi: Theses, disertasi, laporan, bab buku dll  Perpetual Lisensi: Penulis memberikan hak kepada institusi untuk melestarikan dan mendistribusikan mereka bekerja dalam repositori. Ada sejumlah software repository yang telah digunakan oleh sebagaian besar perguruan tinggi di Indones

Tokoh Pustakawan

Blasius Sudarsono Blasius Sudarsono, tumbuh di lingkungan pendidik karena orang tuanya adalah guru SD. Beliau lahir di Solo, 2 Februari 1948. Pak Dar kecil sering mengutak-atik barang elektronik. Tak heran ia terobsesi menjadi seorang ilmuwan. Pak Dar kuliah di jurusan fisika murni UGM hingga tingkat sarjana muda (1979) dan mendapat gelar Master of Library Studies dari University of Hawaii, USA (1979). Mengawali karirnya sebagai pustakawan di Pusat Perpustakaan, PDIN (1973) dengan klasifikasi tugas dan analisis subjek, hingga menjadi Kepala PDII-LIPI (1990-2001).  Blasius Sudarsono, atau Pak Dar (panggilan akrabnya), bukanlah sosok asing dalam dunia kepustakawanan Indonesia. Sebagai seorang Pustakawan Utama LIPI yang telah bekerja hampir 40 tahun, beliau adalah sosok sepuh yang diteladani, digugu dan ditiru. Blasius Sudarsono adalah sang pemerhati kepustakawanan, yang tidak pernah mengenal lelah dalam memikirkan kemajuan bidang perpustakaan. Aktif menulis buku, aktif dalam pertemuan-pe